BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang pada awal pembentukannya pada tahun 1967, lebih ditujukan pada kerjasama yang berorientasi politik untuk mencapai perdamaian dan keamanan di kawasan Asia Tenggara, dalam perjalanannya berubah menjadi kerjasama regional dengan memperkuat semangat stabilitas ekonomi dan sosial di kawasan Asia Tenggara, antara lain melalui percepatan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan budaya dengan tetap memperhatikan kesetaraan dan kemitraan, sehingga menjadi landasan untuk terciptanya masyarakat yang sejahtera dan damai. ASEAN yang resmi terbentuk pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand adalah merupakan kerjasama regional didirikan oleh lima negara di kawasan Asia Tenggara yaitu; Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand berdasarkan kesepakatan ”Deklarasi Bangkok” yang ditanda tangani secara bersama-samadan isinya sebagai berikut :
”Membentuk suatu landasan kokoh dalam meningkatkan kerjasama regional di kawasan Asia Tenggara dengan semangat keadilan dan kemitraaan dalam rangka menciptakan perdamaian, kemajuan dan kemakmuran kawasan.”
Sejak awal didirikan ASEAN bercita-cita mewujudkan Asia Tenggara bersatusehingga keanggotaan ASEAN terus mengalami perluasan menjadi sepuluh negaraanggota yaitu Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalamtahun 1984, Vietnam tahun 1995, Laos tahun 1997, Myanmar tahun 1997, danCambodia tahun 1999. Pada saat yang bersamaan kawasan Asia Tenggara menghadapi persoalan-persoalan baru yang muncul baik secara internal maupun eksternal.
Pasar bebas ASEAN adalah sebuah keniscayaan. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di bidang keuangan dan perbankan akan berlaku pada tahun 2020. Sanggupkah Indonesia bersaing langsung menghadapi gempuran layanan keuangan dan perbankan dari negara tetangga? Ataukah justru produk keuangan dan perbankan kita yang berjaya di negara lain?
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2020 tersebut, para pelaku industri perbankan mulai berbenah. Mereka sadar betul kekuatan bank asing yang bakal mereka hadapi. Dilansir dari Kontan.co.id, Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, bank-bank nasional Indonesia akan berhadapan dengan bank-bank negara tetangga, yang aset dan modalnya kemungkinan besar mencapai 10 sampai dengan 20 kali lipat dibandingkan perbankan nasional di tahun 2020 nanti.
Kita ambil contoh, DBS Group Holding. Perbankan milik Pemerintah Singapura ini merajai perbankan ASEAN dengan aset sebesar US$ 318,4 miliar. Sementara, dari daftar 15 besar bank terbesar, hanya Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang mewakili pemerintah.
Layaknya pertarungan di ring tinju, perbankan nasional bagaikan kelas ringan melawan perbankan negara tetangga yang diibaratkan kelas berat. Sehingga, pertarungan pun menjadi tidak seimbang. Untuk itu, pihaknya terus melakukan persiapan sehingga bank nasional mempunyai bobot yang berimbang dengan bank asing.
Indonesia kini tengah berpacu dengan waktu dalam menyambut pelaksanaan pasar bebas Asia Tenggara atau biasa disebut dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dimulai pada tahunn 2015. ASEAN telah menyepakati sektor-sektor prioritas menuju momen tersebut. Ketika berlangsung ASEAN Summit ke-9 tahun 2003 ditetapkan 11 Priority Integration Sectors (PIS). Namun pada tahun 2006 PIS yang ditetapkan berkembang menjadi 12 yang dibagi dalam dua bagian yaitu tujuh sektor barang industri dan lima sektor jasa. Ke-7 sektor barang industri terdiri atas produk berbasis pertanian, elektronik, perikanan, produk berbasis karet, tekstil, otomotif, dan produk berbasis kayu. Sedangkan kelima sektor jasa tersebut adalah transportasi udara, e-asean, pelayanan kesehatan, turisme dan jasa logistik.
Keinginan ASEAN membentuk MEA didorong oleh perkembangan eksternal dan internal kawasan. Dari sisi eksternal, Asia diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi baru, dengan disokong oleh India, Tiongkok, dan negara-negara ASEAN. Sedangkan secara internal, kekuatan ekonomi ASEAN sampai tahun 2013 telah menghasilkan GDP sebesar US$ 3,36 triliun dengan laju pertumbuhan sebesar 5,6 persen dan memiliki dukungan jumlah penduduk 617,68 juta orang.
1.2 Rumusan Masalah
1. apakah tujuan Asean Economy Community (MEA) yang sesungguhnya ?
2. bagaimana peluang perbankan Indonesia dalam menghadapi pasar bebas asean ?
3. apakah sektor perbankan Indonesia siap dalam menghadapi pasar bebas asean ?
4. apakah Indonesia bisa disejajarkan dengan negara asean lainya?
BAB II
PEMBAHASAN
Asean Economi Community atau (MEA) bakal dihadapi Indonesia. Konsekuensi dari kesepakatan itu membuka lebar pasar ekonomi di kawasan regional Asean karenanya, jika ingin terlibat dan diperhitungkan, Indonesia harus berbenah. Semua sector industry harus dilengkapi kemampuan untuk bisa bersaing dengan negara ASEAN lainya.
Tujuan yang ingin dicapai melalui MEA
adalah adanya aliran bebas barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih, serta aliran investasi yang lebih bebas. Dalam penerapanya pada 2015, MEA akan menerapkan 12 sektor prioritas yang disebut free flow of skilled labor (arus bebas tenaga kerja terampil).
Ke-12 sektor terampil itu adalah untuk perawatan kesehatan (health care)turisme (toursm) jasa logistic (logistic services) e-ASEAN, jasa angkutan udara (air travel transport) produk berbasis agro (agrobased products) barang-barang electronic (electronics) perikanan (fisheris) produk berbasis karet (rubber based products) tetkil dan pakaian (textiles and appareles) otomotif (otomotive) dan produk berbasis kayu (wood based products).
Peluang perbankan Indonesia untuk bersaing di pasar bebas Asean
Peluang perbankan Indonesia di pasar bebas aseansebenarnya cukup besar. Paling tidak bagi Indonesia ada beberapa faktor yang mendukung seperti peringkat Indonesia yang berada pada rangking 16 dunia dalam besaran skala ekonomi dengan 108 juta penduduk. Dimana, jumlah penduduk ini merupakan kelompok menengah yang sedang tumbuh. Sehingga berpotensi sebagai pembeli barang-barang impor (sekitar 43 juta penduduk).
Kemudian perbaikan peringkat investasi Indonesia oleh lembaga pemeringkat dunia, dan masuknya Indonesia sebagai peringkat ke 4 prospective destination berdasarkan UNCTAD world investement report. Dan, pemerintah sendiri telah menerbitkan aturan (keputusan Presiden) No.37/2014 yang memuat banyak indicator yang harus dicapai dalam upaya untuk meningkatkan daya saing nasional dan kesiapan menghadapi MEA yang akan dimulai 2015 itu.
Dan awal September lalu diterbitkan juga inpres No.6/2014, tentang peningkatan daya saing menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean, pemerintah Indonesia sudah menyiapkan pengembangan sector industry, agar bisa bersaing di pasar bebas ASEAN itu. Sebut saja upaya pengembangan industry perbankan yang masuk dalam 10 pengembangan industry yang harus diantar kegerbang pasar bebas dengan semua keunggulanya .
Menjelang beberapa bulan penerapan MEA, semua sector memang harus dihadapi, siap tidak siap.industri perbankan di Indonesia tan hanya harus menjadi tuan rumah di negara sendiri, tapi juga memperlebar ekspansinya kenegara ASEAN lainya. Dan, para pengambil kebijakan sudah sewajarnya mendorong kalangan perbankan nasional menyiapkan SDM, memperkuat modal didalam rangka penerapan Basel III dan membangun sistem teknologi yang yang terintegratif.
Kesiapan sektor perbankan Indonesia di pasar bebas ASEAN
sektor perbankan Indonesia harus siap untuk itu. Karenanya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu merancang peta jalan atau roadmapperbankan Indonesia. Adapun pembuatan roadmap tersebut secara terperinci dapat berupa arah yang lebih jelas dalam hal konsolidasi perbankan dalam negeri, guna memperbesar Size suatu bank, baik secara alami maupun secara market driven. Perbankan nasional, khususnya bank BUMN juga harus berperan aktif mengantisipasi pemberlakuan MEA 2015.
Era bebas pasar ini, dipastikan akan membuka alur lalu lintas barang dan jasa serta pasar semakin lebar. Karenanya, pertumbuhan ekonomi regional harus terintegrasi dengan ekonomi global. Dengan demikian, perbankan nasional memerlukan kesamaan pandang dalam melihat pertumbuhan ekonomi regional. Dengan kesamaan pandang regional itu, diharapkan perbankan Indonesia akan dapat menyelesaikan planning (rencana), strategi, sasaran yang tepat bagi kemajuan ekonomi Indonesia.
Jika ingin terlibat aktif dan tidak terlindas dalam era bebas pasar ASEAN, peran institusi seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga penting guna meningkatkan Good corporate government (GCG) pada industri perbankan di Indonesia. Selain itu perbankan nasional juga perlu mengajak stake holder, seperti perhimpunan bank-bank nasional (PERBANAS)dan institute bangkir Indonesia (IBI) untuk menstimulasi semakin baiknya GCG bank menghadapi pasar bebas ekonomi ASEAN.
Bagaimanapun beratnya tanatangan industry perbankan regional, upaya mendorong efisiensi sector perbankan yang berdaya saing tinggi harus terus dilakukan. Hingga kini perbankan di Indonesia masih dinilai boros di di biaya operasional. Audit terhadap tingkat efisiensi bank terutama bank BUMN yang memimpin pasar di Industri keuangan nasional ini, juga menjadi indicator keberhasilan perbankan dalam mengelola rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO)nya. Semakin rendah maka kekuatan daya saingnya akan semakin tinggi.
Sebaliknya, semakin tinggi efektivitas perbankan, semakin kuat juga perbankan nasional untuk menciptakan lingkungan bisnis yang sehat, sehingga akan menambah kuat kemampuan diri dalam menyongsong era pasar bebas ASEAN . kompetisi bisnis perbankan sangat ketat. Tidak hanya di industry domestic, industry perbankan rfegional dan global jauh lebih menantang. Perbankan di regional ASEAN memilki tingkat kesehatan yang sangat tinggi.
Kesejajaran Indonesia dengan Negara ASEAN
Dari sisi efisiensi, tingkat prudentialnya, Indonesia masih jauh lebih rendah disbanding negara ASEAN lainya. Untuk bisa mensejajarkan diri dengan kemampuan perbankan dilingkup regional ASEAN, perbankan nasional harus bisa mengejar ketinggalanya mulai dari sisi efisiensi dan efektifitas tadi hingga kemampuan berekspansi. Meskipun saat ini sudah ada perbankan nasional yang beroprasi di negara ASEAN lainya, tidak sepadan dengan jumlah bank asing (dari sama negara ASEAN lain) .
Untuk itu pemerintah yang baru nanti harus bisa menyeimbankan kedudukan industry perbankan nasional dengan perbankan regional dikawasan ini. dasr prinsip perbankan yang mengacu aturan terkini sudah menjadi konsekuensi untuk diikuti semua industry perbankan global. Dan, aturan itu harus sudah di adaptasi untuk bisa ikut berkecimpung di kancah pasar global.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
menjelang MEA 2015 tidak dipungkiri membuat banyak kalangan pesimis sektor perbankan akan tersingkir dan digantikan para pengusaha besar. Namun, pemerintah mengupayakan agar asing tidak membanjiri sector perbankan. Meski banyak kalangan memperkirakan para pengusaha akan lebih dominan untuk bersaing pada MEA 2015, namun pemerintah siap melakukan pembatasan kepada asing untuk masuk ke sektor perbankan. Hal itu dilakukan sebagai langkah melindungi sektor perbankan di Indonesia.
Nanti kira-kira ada sekitar 70% yang bisa dimasuki investor asing. Namun, untuk jasa perbankan sendiri akan ada syarat-syarat yang perlu dipenuhi saat MEA berlaku. Jadi, memang tidak dibuka besar-besaran untuk asing sepenuhnya. Tetap ada “proteksi” untuk sektor perbankan.
Dibatasinya sektor perbankan karena hal tersebut menjadi langkah penting yang dilakukan pemerintah agar Indonesia tetap menjadi tuan rumah dinegeri sendiri. Apalagi pembatasan sektor perbankan itu harus dilakukan karena harus menyesuaikan dengan Peraturan Presiden (Perpres) yang sudah ada. Dalam Perpres itu tertera bahwa sector perbankan itu masuk Daftar Negatif Indonesia. Jadi tidak bisa dengan bebas investasi asing masuk ke Indonesia.
Sejujurnya dalam memasuki era MEA 2015, Indonesia memiliki saingan cukup berat, yakni dengan Filipina. Pasalnya, jumlah penduduk Filipina terbilang besar (94 juta jiwa) dan memiliki potensi bertumbuh sama halnya dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Perekonomian yang tumbuh di atas 6% bukan hanya Indonesia, Filipina dan juga Thailand merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi yang terbilang tinggi dan baik. Bisa dikatakan bahwa Filipina menjadi diantara negara terbaik yang ada di Asia. Tentu hal ini perlu menjadi pertimbangan penuh bagi pemerintah Indonesia. Apalagi sektor jasa di Filipina lebih baik bila dibandingkan dengan Indonesia.
Dari sekitar 242 juta penduduk Indonesia, terdapat sekitar 70% masih tergolong usia produktif, yaitu sekitar 140 juta penduduk, yang merupakan potensi sumberdaya manusia yang baik. Dari besaran angka usia yang produktif, seharusnya Indonesia harus bisa meningkatkan semua modal itu untuk bersaing. Kalau tidak, Indonesia hanya akan menjadi pasar besar bagi produk-produk buatan negara tetangga dan masyarakat Indonesia hanya bisa menjadi penonton saja.
Saran
Kiranya amat tepat bila pemerintah diharuskan untuk segera mempersiapkan langkah dan strategis menghadapi ancaman dampak negatif dari MEA dengan menyusun dan menata kembali kebijakan-kebijakan nasional yang diarahkan agar dapat lebih mendorong dan meningkatkan daya saing sumber daya manusia dan industri sehingga kulaitas sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia usaha ataupun professional meningkat. Pemerintah diharapkan pula untuk menyediakan kelembagaan dan permodalaan yang mudah diakses oleh pelaku usaha dari berbagai skala, menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi.
Sumber :
http://windichairunisa.blogspot.com/2015/03/peranan-perbankan-menghadapi-pasar.html
No comments:
Post a Comment